INDONESIA CINEMAS ACCEPT THE NEW TAX REGULATION

6/19/2011 07:06:00 PM


Kursi bioskop banyak yang kosong akibat tidak adanya
pasokan film dari studio besar Hollywood


Harapan untuk bisa menikmati kembali tayangan film-film box office Hollywood di bioskop Tanah Air hampir menjadi kenyataan. Menteri Keuangan Agus Martowardojo telah menandatangani peraturan menteri tentang tarif baru impor film. Kalangan pengusaha bioskop menyatakan bisa menerima ketentuan baru tersebut. 
Dalam peraturan baru itu, bea impor film yang semula diatur dengan sistem ad valorem--berdasarkan persentase nilai pabean—diubah menjadi menggunakan sistem spesifik (ditentukan dengan satuan nilai barang). Bea masuk ditetapkan menjadi Rp 21 ribu sampai Rp 22 ribu per menit durasi film per kopi film impor. 
Suasana bioskop pada saat liburan sekolah tanpa pasokan
film kelas A


Sebelumnya, bea masuk untuk film impor ditetapkan sebesar 10 persen dari total nilai impor film. “Perhitungan yang sekarang lebih mudah dan lebih sederhana," kata Agus di Jakarta, Jumat lalu. 
Agus Marto mengatakan, peraturan tarif spesifik ini tidak berlaku surut sehingga tiga importir film yang belum melaksanakan kewajibannya masih tetap harus membayarnya dengan perhitungan lama. "Tiga importir yang belum menjalankan kewajibannya dengan tertib kami tegur dan diminta untuk bayar hasil audit," ujar Menteri Keuangan. 
Selain soal mulai diberlakukannya tarif baru ini, Menteri Keuangan juga berharap para eksportir film membuka perwakilan di Indonesia. Eksportir film, kata Agus, bisa menggandeng pengusaha lokal dengan membentuk perusahaan joint venture. 
Transformers 3 juga terancam batal
tayang apabila masalah ini tidak
segera diselesaikan
Pemilik bioskop Blitz Megaplex, Ananda Siregar, menanggapi positif aturan baru tentang tarif bea masuk impor film. Dia berharap keluarnya ketentuan anyar tersebut bisa mengakhiri boikot yang dilakukan importir dan studio-studio utama Hollywood.
Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) sepakat dengan tarif impor film baru yang menggunakan hitungan durasi. Ketua Umum GPBSI, Djonny Syafruddin, menyatakan tarif baru ini bisa mengantisipasi impor film yang di masa datang tak lagi menggunakan pita atau seluloid. "Importir pun sudah menerima putusan itu," kata Djonny kemarin. 
Hal yang terpaksa saya lakukan : menonton bioskop di Singapore
Namun perubahan tarif baru ini belum tentu dapat mendatangkan film asing dalam waktu dekat ini. Terutama film-film di bawah naungan Motion Picture Association of America (MPAA). 
Kabarnya, menurut Djonny, MPAA masih menolak pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen. Saat ini, kata dia, masyarakat dibebani tiga macam pajak, yakni pajak penghasilan 20 persen, pajak daerah 10-20 persen, dan PPN 10 persen. "Kalau Menteri Keuangan mencabut royalti, film Hollywood bisa segera masuk," kata dia. 
Masalah pajak film masuk berita utama
Menurut Ananda, meski ada peraturan baru, Blitz Megaplex belum berencana mengubah kebijakan operasionalnya, termasuk menaikkan tarif. Komposisi film yang ditayangkan di Blitz Megaplex juga belum akan diubah. "Sampai saat ini masih belum ada jawaban dari pihak importir atau studio-studio utama Hollywood kapan persisnya film-film akan ditayangkan kembali di Indonesia," kata Ananda.

Comments : 
Sebenarnya, ada 2 problem utama yang harus segera diselesaikan : 
1. Persetujuan dari MPAA
2. PT. Camilla dan PT. Satrya segera melunasi utang pajaknya
Bioskop hanya sebagai tempat untuk memutar film saja sehingga peran mereka di kisruh ini kurang penting. Masalahnya 2 problem utama tersebut belum diselesaikan. Seperti dalam berita di atas, pihak MPAA masih menolak aturan pajak Royalti. Penolakan tersebut juga berpengaruh terhadap langkah yang diambil PT. Camilla dan PT. Satrya. Mereka lebih memilih untuk menolak membayar utangnya tersebut. Tentu langkah yang mereka ambil cukup masuk akal karena apabila utang mereka sudah lunas tetapi MPAA masih menolak mendistribusikan filmnya ke Indonesia, tentu saja bohong kan?

You Might Also Like

0 comments

Just do it.