In Time (2011) Review

11/13/2011 03:01:00 PM


Karena ada suatu halangan yang sangat mendesak dan memaksa saya untuk terbaring di tempat tidur saja, saya baru sempat menulis review In Time hari ini (padahal nontonnya sudah minggu lalu). Bahkan 2 film yang sangat saya nanti - nantikan : Tintin dan The Rum Diary pun belum sempat nonton (dan sepertinya 1-2 minggu lagi baru bisa nonton :(( ).
Oke, cukup curcolnya. Langsung saja... yuk.




In Time adalah salah satu film sci-fi yang dinanti - nantikan tahun ini berkat premise-nya yang intriguing : ketika manusia bisa hidup abadi berkat teknologi waktu yang tertanam dalam tubuh mereka. Meski dinanti - nantikan, film dengan premise orisinil dan terlihat rumit ini kebanyakan tidak berhasil mencapai ekspetasi baik dari segi kualitas maupun box office-nya karena kegagalan sang sineas untuk menterjemahkan ide fresh-nya ini dengan baik. Namun jangan salah karena Inception tahun lalu berhasil sukses besar baik di tangga box office dan segi kualitas. Jadi, apakah In Time berhasil menyabet gelar "Inception-nya tahun ini" atau malah gagal dalam menyuguhkan tontonan yang menarik?


Sayangnya, In Time tidak mampu menghidupkan konsep ceritanya yang brilian tersebut. Bahkan malah cenderung membuat penonton terjerumus ke dalam plot hole yang dibiarkan terbuka lebar - lebar. Bersetting waktu di masa depan, In Time berandai - andai bahwa pada masa itu, manusia dapat hidup abadi dan terus berusia 25 tahun. Tentu semua ini berkat teknologi yang tertanam di dalam tubuh mereka di mana waktu hidup mereka bisa terlihat di lengan kiri. Sayangnya, teknologi ini justru semakin memperlebar jurang antara si kaya dengan si miskin. Yang miskin hanya bisa hidup selama 25 tahun, sedangkan yang kaya bisa hidup selamanya. Masalah tidak berhenti di sini, karena mata uang di masa itu telah diganti dengan waktu hidup manusia. Will Salas (Justin Timberlake) adalah salah seorang dari kalangan miskin yang waktu hidupnya akan segera berakhir. Suatu hari, ia menyelamatkan seorang pria kaya dengan waktu hidup 1 abad dari tangan mafia waktu (?). Sebagai imbalannya, pria itu memberikan semua waktu hidupnya kepada Will. Mendadak kaya, Will segera mencari ibunya (Olivia Wilde) untuk menambah waktu hidup ibunya yang akan habis. Sayangnya, Will terlambat dan tidak berhasil menyelamatkan ibunya. Tidak lagi punya keluarga, Will pun pindah ke wilayah orang - orang kaya, Greenwich. Tetapi keputusannya tersebut malah membuat Will menjadi buronan polisi waktu karena dianggap telah mencuri waktu.


Sama seperti orang yang menonton film ini, si sineas sepertinya juga kebingungan untuk membawa film ini ke arah mana, yang ujung - ujungnya malah menimbulkan banyak plot hole di sana - sini. Naskah yang ditulis sendiri oleh si sutradara, Andrew Niccol, juga terkesan kurang matang dan dihiasi dengan adegan - adegan yang semakin menurun kualitasnya seiring dengan perguliran durasinya. Hal ini diperparah lagi dengan adegan aksi yang tidak menarik dan akting para pemainnya yang datar. Bahkan termasuk Justin Timberlake sendiri. Setelah tampil memukai sebagai Sean Parker di The Social Network, ia malah tampil minimalis di film ini, di mana ia hampir terjerumus ke dalam ranah keparahan Taylor Lautner dan Robert Pattinson. Amanda Seyfried dan Cicillian Murphy juga tampil tidak menarik di film ini. 


Di luar kekurangannya tersebut, konsep dan pesan yang disampaikan film ini sangat brilliant dan mendalam. Meski gagal menjadi film Science Fiction yang bagus, In Time justru sukses menjadi sebuah metaphor yang menyinggung kehidupan sosial masyarakat dunia, di mana kebanyakan orang - orang kaya tidak peduli lagi dengan kehidupan orang - orang miskin dan kelaparan. Film ini telah mengganti mata uang menjadi waktu. Semua dikendalikan oleh waktu. Time is money. Apakah anda tega membiarkan orang - orang meninggal karena waktu hidupnya sudah habis, sementara anda punya waktu berabad - abad? Pertanyaan ini berhasil disampaikan dan disajikan dengan sempurna oleh Andrew Niccol. Namun sayangnya lagi, akhir 30 menit film ini, di mana terjadi pemberontakan rakyat miskin, tidak berhasil dipoles dengan baik.


Overall, In Time adalah sebuah contoh di mana sebuah ide brilliant dieksekusi oleh orang yang salah. Coba bayangkan apabila film ini ditangani oleh Christopher Nolan, pria di balik Inception, salah satu sci-fi terbaik dekade ini? Atau Duncan Jones, sutradara yang tengah naik daun berkat film Moon dan Source Code? In Time memiliki banyak sekali celah dan kesempatan untuk menjadi lebih baik lagi.


You Might Also Like

1 comments

Just do it.