HOTEL TRANSYLVANIA (2012) : THE "MONSTER" AVENGERS

11/30/2012 12:21:00 PM


Sony Animation memang belum sekelas Disney, Pixar dan DreamWorks dalam hal skala maupun kualitas film animasi-nya. Akan tetapi, semenjak memperoleh nominasi Oscar pada feature film ke 2nya, Surf’s Up, Sony Animation lambat laun mulai mencuri perhatian dan mendapatkan ruang di hati para pecinta film. Untuk tahun ini mereka telah merilis dua film animasi, Pirates! Band of Misfits hasil kerjasama mereka dengan Aardman pada bulan Maret lalu yang mendapat sambutan hangat namun penghasilan box office-nya kurang menggembirakan, dan yang terbaru adalah Hotel Transylvania yang baru saja dirilis hari Jumat 23 November 2012 lalu di bioskop tanah air. Apakah film ini berhasil untuk semakin mensejajarkan Sony Animation di peta persaingan studio animasi papan atas Hollywood? Let’s find out!

THE MONSTER AVENGERS, WITHOUT TIM BURTON-ESQUE TREATMENT

Kisah film ini berfokus pada sosok Count Dracula (Adam Sandler) yang membuka bisnis hotel berbintang di mana para monster bisa menginap dan hidup tenang--jauh dari hiruk-pikuk aktifitas para manusia. Hotel yang diberi nama Hotel Transylvania ini juga dibangun untuk melindungi anaknya, Mavis (Selena Gomez) dari dunia manusia, sesuai dengan permintaan istrinya.

Akan tetapi, rekor “tanpa manusia” yang dipegang Hotel Transylvania selama ratusan tahun tersebut runtuh lantaran seorang manusia bernama Jonathan (Andy Samberg) datang secara tidak sengaja ke hotel tersebut. Dracula pun langsung panik dan takut kalau bisnisnya akan bangkrut karena hotelnya tidak dipercaya lagi oleh para monster. Berbagai usaha pun dilakukan Dracula untuk mengusir Jonathan hingga pada akhirnya, ia menyadari bahwa dampak kehadiran manusia terhadap bisnis dan keluarganya ternyata jauh lebih kompleks dari yang pernah ia kira sebelumnya. 

Kisah yang disadur oleh Hotel Transylvania ini mau tidak mau mengingatkan kita dengan gaya film-film Tim Burton yang kebanyakan mengusung tema serupa. Apalagi keanekaragaman karakter-karakter dari film horror ikonik (dracula, mummy, frankenstein, etc.) yang turut memeriahkan film ini semakin memperkuat argumen bahwa film ini adalah sepupu jauh atau paling tidak berada di aliran darah yang sama dengan film animasi Tim Burton seperti Corpse Bride, Nightmare Before Christmas, hingga Frankenweenie. 

Meski demikian, Sony Animation tidak berusaha untuk menjadikan style Tim Burton ini sebagai pedoman. Mereka lebih menekankan konsep Hotel Transylvania ini ke arah film animasi yang ramah untuk anak-anak dan bernuansa ceria dibanding pendekatan serba gothic, dark, dan bleh-bleh-bleh ala Tim Burton itu. Hal ini jelas tidak salah apabila sutradara film ini, Gendy Tartakovsky, tidak terlalu ego-centric untuk mencentang seluruh formula film animasi “wajib” agar ikut  digodok ke dalam naskah dan gaya film ini. 


JUST YOUR ORDINARY ANIMATED FILM

Ya, Hotel Transylvania, di balik kulit luar konsep kreatifnya itu, tidak jauh berbeda dari film-film animasi dan juga film-film keluarga dengan inti cerita serupa yang sudah rilis di bioskop. Setelah babak perkenalan karakter yang luar biasa lucu dan exciting, Hotel Transylvania mulai mengalir di arus narasi yang predictable gitu-gitu aja dan dapat dikatakan cenderung basi. Semua elemen yang penonton “harapkan” seperti stereotype orang tua yang over protektif, anak remaja pemberontak, dan lain sebagainya jelas ada di sini dan sayangnya, si Tartakovsky tidak melakukan inovasi apa-apa terhadap formula ini selain menutup-nutupinya dengan konsep kreatif yang diusung Hotel Transylvania. Jadi ya pada akhirnya, hal ini justru menimbulkan kejenuhan ketika durasi film baru mencapai pertengahan, terutama para penonton remaja ataupun orang tua yang menemani anak-anaknya menyaksikan film ini. 


LOVABLE CHARACTER ROSTER

Untungnya, rasa jenuh ini tidak terlalu berlanjut sampai ke stadium empat berkat performance voice acting yang stabil dan spektakuler dari Adam Sandler. Ya, film yang dibintanginya akhir-akhir ini memang gagal untuk memuaskan dahaga para penonton--bahkan fans-nya yang paling setia pun juga mengakui semua itu; tetapi nyawa dan bakatnya begitu terasa dalam sosok karakter Count Dracula yang begitu berhasil menjadi poin plus dan warna dalam film Hotel Transylvania ini. Tiap dialog dan nada bicaranya yang nyentrik benar-benar pas dan tersikronisasi secara sempurna dengan gerak-gerik fisik karakter Count Dracula yang tampak di layar. Karakter ini benar-benar dibuat untuk meletakkan Adam Sandler di comfort zone-nya.

Karakter-karakter pendukungnya juga tidak kalah mempesona, walau harus diakui bahwa sifat mereka tidak jauh-jauh dari kesan stereotype dan kalah pamor ketika Count Dracula mulai muncul di layar. Gendy Tartakovsky pun tidak menyia-nyiakan rombongan para moster ikonik ini. Ia memberi peran yang menarik kepada tiap karakter -karakter tersebut dengan beragam variasi tingkah laku nyentrik mereka tanpa harus menyembunyikan ciri khas yang telah membuat para monster tersebut begitu ikonik. Jerih payahnya itu pun tak sia-sia karena para karakter pendukung inilah yang berhasil mengaburkan kualitas naskah Hotel Transylvania yang biasa-biasa itu dengan rentetan humor-humor segar (beberapa di antaranya terasa seperti gaya humor Tim Burton) yang sukses membuat para penonton terkocok perutnya.


Overall, Hotel Transylvania memang tidak dapat mencapai predikat film animasi kaliber Oscar seperti yang sudah diraih oleh Disney dan DreamWorks, namun sebagai hiburan ringan bersama keluarga yang tidak perlu dianggap terlalu serius, film ini berhasil menuntaskan pekerjaan rumahnya dengan amat baik. Bleh-bleh-bleh!



You Might Also Like

1 comments

Just do it.