THE LONE RANGER (2013) : PIRATES OF THE CARIBBEAN DESERTS

7/13/2013 02:09:00 PM



2013 / 149 Minutes / Gore Verbinski / US / 2.39:1 / PG-13 


Kesuksesan keempat film Pirates of the Caribbean di tangga box office memang telah mendatangkan perubahan besar dalam studio Walt Disney. Tanpa PotC, Disney sepertinya tidak akan pernah memiliki rasa percaya diri untuk memproduksi film-film blockbuster yang menyasar kalangan non-family seperti yang telah mereka lakukan setiap tahun terakhir ini. Tanpa PotC pun, saya ragu mereka akan membeli studio Marvel dan Lucas Film berserta dengan franchise Star Wars-nya.


Ironisnya, di luar keberhasilan mereka dalam membeli dan meraup untung gila-gilaan dari franchise-franchise yang sudah terlebih dahulu besar, seperti Alice in Wonderland, Oz the Great and Powerful, dan film-film Marvel, usaha Disney untuk melahirkan franchise baru-nya sendiri malah cenderung gagal. Lihat saja performa Prince of Persia, Tron : Legacy, sampai John Carter di tangga box office yang cenderung flop. Ketiga film tersebut awalnya digadang-gadang akan menjadi franchise baru yang dikembangkan Disney namun gagal memenuhi ekspetasi finansial maupun tanggapan dari penontonnya. 

Setahun berlalu sejak kehancuran John Carter di Planet Mars, Disney berusaha lagi untuk membangun franchise baru-nya lewat adaptasi serial TV klasik bergenre western, The Lone Ranger. Kali ini Disney cenderung bermain aman dengan menggunakan winning formula dari film-film sukses mereka : adaptasi dari brand yang sudah kuat, Johnny Depp, dan seluruh tim inti PotC, termasuk Gore Verbinski yang baru saja mendapatkan piala Oscar berkat film animasi western-nya, Rango (see the pattern?). 

Lucunya, ntah kebetulan atau tidak, Disney lagi-lagi menggunakan setting padang pasir di film ini dan merilisnya di bioskop untuk bertanding face-to-face dengan film keluaran Illumination Entertainment. As you know, setting padang pasir memberi bad luck bagi studio Disney. Lihat saja payahnya performa Prince of Persia di tangga Box Office dan juga John Carter tahun lalu yang kalah telak oleh The Lorax keluaran Illumination. Lantas, apakah kutukan ini berakhir di The Lone Ranger? Well, di luar performa Box Office-nya yang ternyata memang sekering setting padang pasirnya, The Lone Ranger sebenarnya bukan film buruk--tidak seburuk seperti yang dibicarakan oleh kritikus-kritikus Amerika. 


Mari Bernostalgia, Kemosabe.

The Lone Ranger dibuka dengan sosok Tonto tua (diperankan juga oleh Johnny Depp) yang sedang bercerita kepada seorang anak kecil mengenai cikal-bakal munculnya sosok pahlawan Amerika, The Lone Ranger yang terkenal. Kita kemudian diajak untuk berkenalan dengan sosok di balik topeng, John Reid (Armie Hammer), yang pada saat itu masih baru saja menjadi seorang pengacara muda. Dalam perjalanan pulang menuju ke kampung halamannya, John tanpa sengaja mendapati bahwa kereta api yang ditumpanginya juga mengangkut sosok kriminal kelas kakap, Butch Cavendish (William Fichtner), yang berusaha melarikan diri, dan seorang indian bernama Tonto (Johnny Depp). 

Peristiwa ini justru berbuntut pada kematian kakaknya, Dan (James Badge Dale) yang kemudian telah mengubah pandangannya tentang definisi keadilan dan hukum. Dibantu oleh Tonto yang ternyata juga memburu Cavendish, John berubah menjadi seorang pahlawan bertopeng untuk membalaskan dendam kematian kakaknya sekaligus menegakkan keadilan.

Tidak perlu berpikir keras-keras. Sejak menit pertamanya, The Lone Ranger telah menunjukkan bagaimana desperate-nya Disney untuk mengulang kesuksesan PotC. Mulai dari gaya cerita, adegan actionnya, gaya humor, sampai karakter Tonto yang diperankan Johnny Depp yang dibuat begitu mirip dengan keantikan Depp yang khas, semua itu langsung memercikkan rasa familiar dan dejavu penonton yang kuat terhadap keempat film PotC. 


Fortunately, formula ini justru membuat The Lone Ranger sangat asyik untuk dinikmati, terutama bagi penonton yang menyukai gaya penyutradaraan Gore Verbinski sebelumnya. Bahkan film ini adalah film western kedua yang paling bisa saya nikmati setelah Django Unchained tahun lalu, considering I am not a big fan of this genre. Excitement ini pun kemudian memuncak pada adegan aksi-klimaks-nya yang sangat epik dan luar biasa dengan lantunan aransemen ulang musik theme William Tell Overture oleh Hans Zimmer yang sangat ikonik itu yang langsung menghantarkan kita semua pada keindahan masa kecil; terlebih bagi kalian yang menghabiskan masa kecil dengan film Tom & Jerry, film animasi pendek Disney, dan Looney Tunes, hal ini jelas sangat mengharukan dan tak terlupakan.

Satu hal lagi yang saya sukai adalah bagaimana upaya Gore Verbinski dan tim penulis naskahnya mempertahankan rasa ketertarikan penonton terhadap film ini dalam durasi yang begitu panjang, 149 menit, walau perkembangan ceritanya yang familiar dan been there done that; baik melalui dialog-dialog yang mengekspansi ruang lingkup universe film ini, kostum yang tidak pernah tampil membosankan, humor-humor silly khas Disney, keantikan Johnny Depp yang tidak ada matinya, sampai tata make-up, visual effects dan set-set tempat yang dibangun dengan luar biasa.


Tetapi di luar itu semua, The Lone Ranger juga terasa less Disney. Film ini mungkin dapat dikatakan sebagai film live action mega-budget Disney yang paling gersang akan imajinasi dalam beberapa tahun terakhir, yang mungkin sempat sampai membuat sebagian besar penonton bingung, ke mana perginya budget $250 juta itu? Tidak ada hal baru yang bisa kita temui dalam  film ini, ataupun sesuatu yang dapat membangkitkan genre western seperti era golden age-nya dulu seperti yang banyak diomelkan oleh kritikus-kritikus luar. But that’s okay, karena apa yang dihadirkan di film ini adalah semua yang telah kita ekspetasikan dari sebuah film produksi Disney dan Jerry Buckheimer : fun as hell dengan cerita dan karakter yang tidak kacangan.


Rating : 
Length : 834 Words
Mid-Credits Scene : YES
After-Credits Scene : NO
Follow me on Twitter @Elbert_Reyner





You Might Also Like

1 comments

Just do it.